Kita sering membaca visi misi institusi kesehatan yang didalamnya mengandung unsur agama dan bahkan di beberapa institusi mengembangkan dalam bentuk muatan lokal seperti ma. keperawatan spiritual atau mengadakan pengajian atau acara keagamaan. Pengangkatan unsur agama dalam pendidikan keperawatan bukan semata untuk promosi tetapi lebih karena untuk pembentukan ahlak perawat dan memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus mencakup kebutuhan bio, psiko, sosio dan kebutuhan spiritual. Tetapi pada kenyataannya unsur spiritual jarang menjadi focus dalam tindakan keperawatan . hal ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi perawat dalam memberikan keperawatan spiritual kepada pasien.Adapun kompetesi keperawatan spiritual adalah sebagai berikut:
Pertama : Peran sebagai perawat professional dan individu : Sebagai perawat yang professional maka perawat harus memberikan perawatan yang holistic mencakup keperawatan spiritual, tetapi pada kenyataannya perawat belum siap untuk menghadapi pasien – pasien yang mengalami distress spiritual seperti pasien mi (miokard infarct) yang menghadapi kematian, karena mungkin pada saat pembelajaran keperawatan spiritual tidak didapatkan secara adekuat. Seperti kompetesi koping strategi koping, diet dan ritual keagamaan dilihat dari beberapa sudut padang agama. Selain itu perawat harus menjadi individu yang mengembangkan kepribadian yang mencerminkan kesadaran akan nilai – nilai spiritual. Untuk mengembangkan dimensi ini perawat sering menjumpai kesulihatan karena perawat sudah kelebihan beban kerja sehingga pendalaman spirtitual secara pribadai menjadi kurang. Karena jika perawat tidak memprioritaskan unsur spiritual dalam hidupnya maka perawat tersebut tidak akan memprioritaskan kebutuhan spiritual dalam perawatan pasien.

Kedua proses keperawatan spiritual : mencakup pengkajian, masalah dan rencana , implementasi dan evaluasi . dalam proses keperawatan spiritual yang utama adalah pembinaan rasa percaya pasien kepada perawat . perawat sering kesulitan dalam melakukan implementasi keperawatan spiritual terutama pada pasien yang berbeda agama. Hal ini dapat diatasi dengan kerjasama dengan tim rumah sakit atau interdisiplin. Evaluasi keberhasilan keperawatan spiritual yang diberikan dapat diukur dengan criteria pasien tampak tenang, hubungan dengan tuhan menjadi lebih baik, perubahan gaya hidup dan melakukan praktek keagamaannya.

Ketiga : Komunikasi : komunikasi dengan pasien, interdisiplin sangat dibutuhkan terutama dalam membuat pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual. Selama ini perawat lebih memfokuskan pendidikan kesehatan kepada perawatan penyakitnya, walaupun di beberapa rumah sakit sudah diberikan panduan untuk beribadah atau ada rohaniawan tetapi yang paling efektif adalah dilakukan oleh perawat karena perawat mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama.

Keempat : etika : kerahasian tentang spiritual pasie menjadi dilemma etik seperti saat perawat mengoperkan masalah kebutuhan spiritual kepada perawat yang lain tentunya hal ini mengganggu privacy pasien. hal ini memerlukan sebuah inform concent tentang perlindungan pendokumentasian yang bersifat pribadi pasien.

Demikian empat kompetensi yang harus dipunyai perawat dalam melakukan keperawatan spiritual. Semoga mata ajaran muatan local tentang keperawatan spiritual atau kegiatan agama yang telah diadakan sudah mencakup empat kompetensi tadi. Sehingga kedepannya perawat dapat memberikan keperawatan kepada pasien secara holitik.

0 comments